CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Wednesday, December 17, 2008

[ketika_cinta_bertasbih] Islam Agama Damai, Nak

Islam Agama Damai, Nak
oleh: Lara Fridani
(diambil dari majalah Sabili edisi Nopember 2008)

Tinggal di negeri yang mayoritas non muslim tidaklah mudah apalagi untuk urusan akidah. Berikut pengalaman Lara Fridani yang ditulis dalam bukunya, Ibu darimana Aku Berasal, menjawab pertanyaan anak mengenai kehidupan dengan kearifan timur dan barat.

Peristiwa ini terjadi di bumi Allah, Australia, saat kami sekeluarga bermukim sementara di sana. Saya melanjutkan studi, suami bekerja di suatu pabrik. Anak pertama dan kedua bersekolah di sekolah pemerintah di sana. Siswanya mayoritas non muslim. Dengan kemampuan bahasa Inggris yang sangat terbatas pada mulanya, tentu merupakan tantangan tersendiri dalam beradaptasi dengan teman-teman dan lingkungan belajar di sana.

Alhamdulillah, dengan pendekatan pembelajaran dari guru yang profesional, kendala bahasa bisa diminimalisir. Saya ingat dikala anak kami diganggu oleh anak lain sepulang sekolah, dia mengatakan pada anak tersebut 'you ... is ... no friend!' Dia bermaksud mengatakan bahwa 'kamu bukan teman saya'.

Dalam waktu tidak lebih dari 3 bulan, anak kami sudah memiliki banyak teman. Tak jarang pula mereka bermain bersama sepulang sekolah, saling berbagi pengalaman, tukar ide, dan sebagainya. Saya tidak banyak tahu apa yang mereka bicarakan. Tampaknya, mereka sangat antusias untuk mendengar berbagai cerita dari teman - teman yang berasal dari berbagai negara.

Cerita yang satu ini bukan cerita biasa, dan bukan sepele sama sekali bagi saya. Dari cerita inilah saya menyadari begitu kuatnya pengaruh lingkungan, dan begitu besarnya peran orang tua dalam 'mengontrol' pengaruh lingkungan yang keluar dari prinsip kita. Di sore hari sepulang sekolah, anak pertama kami yang saat itu berusia sekitar 7 tahun mengatakan rasa inginnya hidup damai seperti ajaran agama temannya. Dia menyatakan pada saya keinginannya untuk beralih agama setelah sekian lama bertukar cerita dengan temannya. Dengan polosnya ia berkata, " Mi, kenapa sih kita agamanya Islam, kan agama Islam ada nerakanya?" Dia menjelaskan secara antusias kepada saya, bahwa agama temannya tidak memiliki neraka, melainkan semuanya surga. Agama temannya pun tidak mengenal kata dosa.

Anak saya mengatakan, "Mi, kalau kita masuk agama temanku, kita gak ada dosanya, kalau kita pernah salah, nanti bisa ditebus dan diampuni!" Dia juga meyakinkan pada saya bahwa agama tersebut 'peace' sambil mengacungkan 2 jarinya yang mungil. Saya teringat dengan beberapa klien yang datang ke biro psikologi kami untuk berkonsultasi tentang anaknya.

Beberapa klien yang datang termasuk yang memiliki komitmen cukup tinggi dalam menjalankan syiar Islam. Mereka hanya butuh 'sharing' cara menghadapi anak-anak mereka yang mulai protes dengan aturan yang diberikan.

Klien pertama bercerita tentang keinginan anaknya memelihara anjing. " Bu, aku ingin pelihara anjing dong!" mintanya bertubi-tubi.

Sang ibu pun menolak berkali-kali dan menegaskan lagi, "Kita orang muslim Nak, tidak boleh memelihara anjing. Kalau anjing masuk ke rumah, rumah kita bisa kena najis"

Sang anak menjawab, " Nanti aku yang bersihkan deh"

Sang ibu pun tetap pada pendiriannya, beliau terus menggeleng-gelengkan kepala setiap kali diminta. Beliau memberi argumentasi, " Tidak bisa Nak, kalau mau bersihkan najis itu caranya khusus, bikin repot. Anak kecil belum bisa"

Sang anak tentu tak mau mengalah begitu saja. " Benar Bu, aku bisa, aku akan sikat yang bersih" serunya tambah semangat.

Sang ibu pun memberi alasan yang lain, "Malaikat juga tidak akan suka masuk ke rumah yang ada anjingnya. Bagaimana, nanti pahala kita tidak dicatat dong'

Si anak mulai bingung untuk merespons pernyataan sang ibu. Suatu saat dia mengatakan pada ibunya secara tegas pula, "Bu, jadi orang Islam susah. Aku mau keluar saja dari Islam sekalian, supaya bisa pelihara anjing"

Sang ibu tak bisa berkata-kata lagi. Dadanya bergemuruh dan memutuskan untuk pergi konsultasi.

Klien kedua memiliki masalah relatif sama. Anaknya yang berusia SD awal, mulai keberatan dengan aturan-aturan Islam yang baginya sangat memberatkan. Dia berkata pada ibunya, "Ma, jadi orang Islam itu capek deh, bangun harus pagi, sholat sampai 5 kali, kalau Ramadhan harus puasa dan ngaji, pakai baju ada aturannya, makan ini tidak boleh, makan itu tidak boleh" gerutu anak.

Sang ibu terpancing emmosinya dan menjawb spontan " Jangn bicara begitu, berdosa tahu"

Sang anak hanya menatap ibu dengan perasaan kesal menahan emosi. Sang anak pun berlalu dan menjauh.

Seingat saya, saat seumur SD hingga sekarang pun, pertanyaan seperti itu tak pernah terbesit. Sepertinya pemikiran anak-anak sekarang sungguh berani sekaligus 'berbahaya' apalagi jika kita salah mengarahkannya.

Dalam kasus anak saya, Zaky. Saya tidak tahu pada saat itu, apakah saya perlu menghargai 'kekritisanya' atau memarahinya dan menggunakan otoritas saya sebagai orang tua. Saya berusaha secepat mungkin mengontrol perasaan saya untuk tidak terkejut di hadapannya. Saya ingat suatu aplikasi teori psikologi yang mengatakan bahwa untuk dapat menyentuh hati anak, kita harus menerima dan mengerti terlebih dulu pendapat mereka.

Apalagi Rasulullah saw sebagai teladan telah memberi banyak contoh dalam menasihati para sahabat, termasuk anak-anak. Beliau selalu memilih waktu yang tepat dan disesuaikan dengan kemampuan orang yang bersangkutan dalam memberikan nasihat dan ilmu, agar para sahabat tidak menjauh darinya. Beliau bersabda, " Permudahlah, dan janganlah mempersulit. Berilah kabar gembira dan janganlah menakut-nakuti"

              *********************************************************************************

Masih ada banyak pertanyaan2 'kritis' anak-anak saat ini yang membuat telinga orang tua merah dan meradang. Bagaimana jika anak andalah yang bertanya demikian ? Sudahkah anda mempersiapkan jawabannya ?

Semua akan dibahas secara arif dan bijaksana oleh Lara Fridani, seorang penulis dan psikolog anak dalam Bedah Buku, Ibu darimana Aku Berasal? Ahad, 21 Desember 2008 mulai jam 9 pagi di Perpustakaan Islamic Centre Bekasi.

Harga tiket hanya 15 ribu rupiah, termasuk souvenir, snack, diskon buku 15% dan diskon pendaftaran MBC Rp.50.000 (untung khan?!. Buruan daftar, tempat terbatas. Hubungi 0813 1037 3600   



Get your new Email address!
Grab the Email name you've always wanted before someone else does!

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Y! Messenger

Group get-together

Host a free online

conference on IM.

Find helpful tips

for Moderators

on the Yahoo!

Groups team blog.

Health Groups

for people over 40

Join people who are

staying in shape.

.

__,_._,___

No comments: