CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Monday, January 19, 2009

[ketika_cinta_bertasbih] Berpijaklah pada Konsistensi Amal

Asslm ... ad tulisan dari seorang kawan ... (mohon maaf yg sdh pernah
baca) ... Mudah2an bisa meluruskan pemahaman yg kurang tepat selama
ini. Syukron for attention ... wasslm

oleh Muhammad Rizqon

Kebiadaban militer Israel yang membantai penduduk Gaza adalah tindakan
yang sungguh menggegerkan dan mengguncangkan dunia saat ini. Perlakuan
mereka yang teramat keji sungguh sulit diterima oleh naluri
kemanusiaan penduduk bumi. Adalah hal yang sangat wajar jika banyak
aksi demonstrasi sebagai bentuk protes atas perlakuan militer Israel
yang diluar batas perikemanusiaan di berbagai belahan dunia. Di
Inggris, Spanyol, Australia, Amerika, Yunani, Malaysia, Jerman, dan
banyak negara lainnya termasuk Indonesia. Dua negara, yaitu Venezuela
dan Bolivia telah secara tegas memutuskan hubungan diplomatik dengan
Israel dan mengusir duta besarnya untuk pulang ke negaranya sebagai
bentuk protes atas aksi yang menewaskan lebih dari seribu penduduk
Gaza yang tak berdaya.

Tidak pandang Islam, kristen, atau agama lain. Bahkan penduduk Israel
sendiri pun --yang non-zionis-- tidak menyetujui agresi militer
negaranya ke Gaza. Mereka yang kebetulan menjadi tentara, memilih
desersi dengan ancaman penjara daripada bertindak bodoh membantai
warga Gaza yang tidak berdaya dan tidak berdosa. Ya, semua manusia
yang masih memiliki nurani kemanusiaan pastilah menyetujui bahwa
tindak pembunuhan massal terhadap warga yang tidak berdosa adalah
tindakan yang melanggar jiwa kemanusiaan dan melanggar hak asasi
manusia. Terlebih pembunuhan massal itu menggunakan senjata
berteknologi canggih dan sangat mematikan. Barangkali, hanya Iblis
yang memberikan dukungan penuh dan tersenyum puas atas tindakan biadab
dari bangsa yang yang masyhur sebagai pembuat kerusakan di muka bumi itu.

Di tengah derasnya aliran simpati untuk perjuangan Palestina dan
kutukan atas tindakan militer Israel, suatu pemandangan kontradiktif
justru terjadi di negeri ini. Bukan karena tidak ada demo sebagai
bentuk protes atas tindakan militer. Justru demo itu berlangsung
merata di seluruh penjuru tanah air dan warga Palestina yang
menyaksikan lewat siaran TV pun merasa terharu atas empati yang
ditunjukkan oleh elemen masyarakat Indonesia. Yang ironis adalah
adanya kecaman sebagian orang yang menuduh bahwa demo-demo yang
berlangsung di negeri ini adalah untuk mengekploitasi penderitaan dan
pembantaian yang berlangsung di Gaza. Masya Allah. Saya dan beberapa
elemen yang mengikuti unjuk rasa merasa tidak memiliki niat seperti itu.
Bagaimana mungkin kami yang memahami bahwa "orang mukmin itu adalah
saudara", dan memahami bahwa "persaudaraan orang-orang yang beriman
itu adalah laksana satu tubuh", justru melakukan aksi dengan tujuan
untuk mengeksploitasi mereka. Sungguh amat sangat bertentangan.

Nampaknya masih banyak orang di negeri ini yang belum bisa berfikir
rasional dan jernih. Mereka belum bisa membedakan mana reaksi spontan
dan mana reaksi yang direkayasa. Mereka juga belum mampu melihat mana
tindakan yang dilandasi ketulusan dan mana tindakan yang dilandasi
pamrih. Apakah mereka belum memahami pelajaran budi pekerti?

Budi pekerti adalah reaksi spontan dan tidak terpikirkan sebelumnya.
Ia lahir dari kebersihan hati yang telah mengkristal di dalam hati
sanubari. Karena sifatnya mengkristal, maka kapanpun ia menghadapi
kondisi yang sama, maka reaksinya pun akan sama. Ia sudah menjadi jati
diri yang tidak terpisahkan dari perwujudannya.

Budi pekerti yang sudah terbangun dengan baik akan memiliki
konsistensi. Inilah parameter terbaik untuk menilai apakah budi
pekerti yang ditampilkan sejatinya adalah tulus ataukah rekayasa.

Barangkali saya perlu menggambarkan realita yang pernah saya alami
waktu saya kecil dulu. Yaitu berkait dengan pemilihan kepala desa
secara langsung di kampung yang para kandidatnya biasanya dilambangkan
dengan hasil-hasil pertanian, seperti Padi, Jagung, atau Ketela.

Kandidat berlambang Padi adalah kandidat incumbent. Beliau terkenal
sebagai sosok yang otoriter dan jarang mengunjungi masjid. Namun
anehnya, pada hari-hari menjelang pemilihan kepala desa, ia mendadak
menjadi sosok orang yang alim, rajin mengunjungi masjid (sholat
berjamaah) dan menjalin keakraban dengan siapa saja. Satu sisi
masyakat mensyukuri adanya perubahan perilakunya itu. Namun pada sisi
lainnya, mereka juga bertanya-tanya. Kenapa?

Sementara kandidat berlambang Jagung yang memang sudah dikenal rajin
mengunjungi masjid dan bersikap baik dengan siapapun tidak dianggap
istimewa karena memang masyarakat menyaksikan hal itu sebagai hal yang
biasa. Sayangnya, kandidat berlambang Jagung ini tidak memiliki banyak
dana sehingga ia tidak bisa membuat manuver-manuver penggalangan
simpati warga. Lain halnya dengan kandidat berlambang Padi, secara
intensif ia melakukan manuver-manuver proyek "kebaikan" kepada warga.
Baik dengan mempermudah pelayanan di kelurahan, menawarkan pengurusan
dokumen-dokumen secara gratis, mengundang warga pada acara pengajian
rutin yang tiba-tiba diselenggarakannya, memprakarsai kerja bakti dan
gotong royong, mendata kaum dhuafa dan membagikan sembako murah, dan
lan-lain.

Sosialisasi yang intensif tersebut tak pelak mendongkrak
popularitasnya. Keunggulan yang dimiliki oleh kandidat berlambang
Jagung pun tenggelam. Integritas dan kompetensi yang dimilikinya tidak
mampu meraih simpati masyarakat yang berpikir lugu dan pragmatis.
Akhirnya, pada hari pemilihan kepala desa, kandidat berlambang Padi
pun memenangi pertarungan secara telak. Euforia terjadi dipenjuru
kampung. Harapan digantungkan terhadap kandidat yang kini mengalami
banyak perubahan yang cukup menjanjikan itu.

Namun apa yang terjadi beberapa bulan kemudian? sang Padi mulai
menunjukkan sifat aslinya. Ia tidak lagi mengunjungi masjid, tidak
lagi membebaskan pengurusan aneka dokumen-dokumen di kelurahan, tidak
lagi mengadakan jamuan rutin, dan tidak lagi melakukan aksi-aksi
simpatik lainnya. Warga menjadi kecewa dan merasa tertipu. Mereka pun
bersumpah tidak akan memilih sang Padi kembali pada pemilihan lima
tahun yang akan datang.

Sepotong kisah tersebut hanyalah untuk menunjukkan betapa warga
kehilangan parameter untuk memilih kepala desa secara tepat. Mereka
tertipu dengan perilaku "baik" yang sesaat. Mereka tidak melihat
sejauh mana kebaikan itu dilakukan secara konsisten dari waktu ke
waktu, baik sebelum terpilihnya sebagai kandidat atau setelah berhasil
memimpin karena memenangi pertarungan.

Nah, nampaknya konsistensi ini menjadi azas dan parameter yang cukup
ampuh untuk menilai itikad baik dari suatu tindakan atau kebijakan.
Dalam terminologi audit atau pengawasan atas entitas bisnis, lahirnya
kebijakan akuntansi yang melawan azas konsistensi, adalah kebijakan
yang perlu diwaspadai motifnya. Jangan-jangan dimaksudkan untuk
menyembunyikan suatu penyimpangan atau ketidakberesan.

Elemen pengawasan di negeri ini nampaknya perlu memperhatikan azas
konsistensi yang terbukti menjadi parameter dalam pemberian
opini/penilaian atas kewajaran (fairness) tersebut. Jika para
demonstran yang sejak dari dulu selalu menyuarakan pembelaan atas
Palestina dan memprotes atas tindakan Israel yang selalu brutal,
apakah wajar jika pada demo saat ini dituduh mengeksploitasi
korban-korban yang berguguran di sana? Sungguh tuduhan keji dan tidak
ilmiah. Terlebih ditujukan bagi mereka yang memahami nilai-nilai
persaudaraan yang bersifat universal.

Namun pada akhirya saya memahami bahwa hukum diciptakan terkadang
bukan untuk mengarahkan manusia pada tindak kebajikan. Justru hukum
sering digunakan untuk menjebak atau memberangus pihak lain. Itulah
hukum ciptaan manusia yang selalu memiliki sisi kelemahan. Ia hanya
mampu untuk melihat kulit bukan melihat substansi.

Wallahua'lam bishshawaab
rizqon_ak@eramuslim.com

http://muhammadrizqon.multiply.com

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Y! Messenger

Want a quick chat?

Chat over IM with

group members.

Yahoo! Groups

Cats Group

Join a group for

cat owners like you

All-Bran

Day 10 Club

on Yahoo! Groups

Feel better with fiber.

.

__,_._,___

No comments: