Fauzan Al-Anshari Direktur Lembaga Kajian Strategis Islam (LKSI) Sejak 27 Oktober lalu Amrozi dan kawan-kawan telah memasuki masa isolasi di Lapas Batu Nusakambangan. Namun, eksekusi belum terjadi. Aparat telah melakukan operasi siaga penuh di sejumlah tempat. Konon untuk mengantisipasi dampak yang mungkin muncul pascaeksekusi mengingat usai eksekusi Tibo dkk tahun lalu sejumlah kantor pemerintah di NTT menjadi korban anarkisme para pendukung Tibo dkk. Apakah hal itu akan juga dilakukan oleh para pendukung Amrozi dkk? Sebelum menjawab pertanyaan itu kita perlu memerhatikan beberapa hal. Saya membesuk Amrozi dkk pada 17 Oktober lalu dan menanyakan peran mereka terhadap kasus bom Bali I yang terjadi pada 12 Oktober 2002 dan menewaskan 202 orang itu. Amrozi menjelaskan bahwa peran utamanya adalah membeli bahan bom berupa karbit sebanyak satu ton. Dia membeli dari toko Tidar di Surabaya. Adapun peran Muklas tak jauh dari seorang ustadz yang memberi semangat untuk melakukan aksi pengeboman tersebut. Imam Samudera melakukan survei dan konsep penyerangan yang ia lakukan tiga bulan sebelum bom diledakkan. Secara khusus Imam membuat website bertitel istimata.com yang isinya mengklaim bertanggung jawab atas peledakan bom tersebut. Beberapa kali saya bertemu Jenderal (purn) Ryamizard Ryacudu, mantan KSAD era Megawati. Dalam pertemuan itu beliau menjelaskan ketidakmampuan TNI untuk membuat bom sedahsyat itu. Almarhum ZA Maulani, mantan kepala BAKIN era Habibie, juga sering bertemu saya untuk menjelaskan bahwa bahan bom Bali itu bukan karbit, TNT, atau C4, melainkan mikronuklir. Saya pun diajak rapat membahas hal itu dengan sejumlah petinggi MUI di Istiqlal. Namun, karena adanya tekanan dari pihak tertentu, maka hasil investagasi MUI urung dipublikasikan dan batal menjadi saksi adecharge (meringankan) di sidang pengadilan Amrozi dkk di Bali. Sayang sekali, sampai sekarang umat Islam tidak mengetahui second opinion siapa sesungguhnya pelaku utama bom tersebut. Joe Vialls, investigator bom independen Australia yang wafat 2005 lalu, mengatakan dalam situsnya www.thetruthseeker. co.uk/columnist.sp? ID=3 dalam tiga artikel berjudul: Bali Micro Nuke Buried By WesternMedia, Bali Micro Nuke-Lack of Radiation Confuses ''Expert'', dan Micro Nuke Used in Bali ''Terrorist'' Lookalike Attack, menegaskan bahwa adanya cendawan panas, kawah, cahaya, dan listrik mati sebelum ledakan bom adalah bukti tak terbantahkan hadirnya mikronuklir dalam bom tersebut. Bahkan, saksi lain, Kapten Rodney Cox, yang juga menyaksikan bom itu meledak dan membuat tulisan yang dimuat di situs Army Australia, tetapi mendadak dihapus karena laporannya bisa membuat masalah bagi Australia di masa datang. Hukuman zalim Ketika saya bertanya kepada Muklas tentang peran Ali Imron, adiknya, ia menjelaskan bahwa memang adiknya itu ahli merakit bom dan perannya dalam bom Bali jauh lebih besar darinya. Namun, ketika saya agak bertanya mengapa Ale hanya dihukum seumur hidup, mestinya Muklas, Amrozi, dan Imam Samudera tidak sampai dihukum mati. Bandingkan dengan peledakan yang dilakukan oleh Syekh Omar Abdurrahman di Oklahoma sekitar tahun 1995 hanya dihukum seumur hidup oleh otoritas Amerika. Sampai detik ini pun belum ada tersangka teroris di dunia yang dihukum mati melalui pengadilan. Jadi bila eksekusi ini terjadi, maka inilah kali pertama terpidana terorisme dihukum mati. Mengapa Ale cuma dihukum seumur hidup? Apakah karena dia dianggap kooperatif dengan Komjen Gories Mere sehingga diajak 'dugem' di kafe Sturbuck? Atau karena telah memberi info penting tentang anggota JI sehingga diundang buka bersama di rumah Komandan Densus 88 Brigjen Surya Dharma? Untuk ilustrasi, apakah bisa dibenarkan jika Usamah bin Ladin yang dituduh menyerang WTC akan diampuni oleh AS lantaran mau 'menyanyi' tentang organisasinya sehingga banyak anggotanya berhasil ditangkap? Apakah pantas elite FBI atau CIA 'dugem' dengan Usamah? Lalu, sebagai jasanya ia dimaafkan dari segala tuduhan dan diberi fasilitas istimewa? Tinjauan syariat Jika Amrozi dkk tetap dieksekusi, maka dalam tinjauan syariat bisa berdampak serius bagi para pelakunya karena eksekusi itu akan menjadi sebuah pembunuhan terhadap ketiganya. Dasar eksekusi itu tidak adil alias zalim, sedangkan membunuh seorang Mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka. ''Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (memunuhnya) melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan'' (QS Al Isra: 33).''Dan barangsiapa membunuh seorang Mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya.'' (QS. An-Nisa: 93). Keputusan yang zalim pasti menimbulkan perlawanan. Soal besar kecilnya perlawanan itu tergantung pada kemampuan. Kalimat ini bukan ancaman, tetapi hukum alam (sunnatullah) . Maka, ketika Amrozi cs mengemukakan ayat-ayat Qishosh (QS 2:178) lalu ditanggapi dengan siaga I, padahal ayat-ayat itu ada sejak 15 abad silam dan tidak ada hubungannya dengan rencana eksekusi mereka. Jadi kita harus waspada terhadap agen-agen AS yang memanfaatkan 'ancaman' Amrozi itu untuk melanggengkan proyek perang melawan teroris. Walau sponsor utamanya (AS) sedang dilanda krisis ekonomi, mungkin usai pemilu isu itu dikembangkan lagi. Sekarang banyak SMS terror bom menyebar. Mudah saja untuk membekuk pelakunya karena aparat punya GI2, alat pendeteksi penelepon, yang lebih hebat dari GPS. Bahkan, alat penyadap pun sudah dimiliki KPK, pinjam saja untuk mengejar pengirim SMS tersebut. Siapa tahu pelakunya oknum aparat sendiri untuk melakukan operasi terror antiteror. Tidak semua bom terkait terorisme, seperti tiga bom yang meledak di Maluku beberapa waktu lalu karena kisruh pilkada. Tetapi, hati-hati bagi mereka yang kebetulan berjenggot dan berjidat hitam, jangan sembarangan menyimpan karbit di rumah, khawatir dituduh menyimpan bahan peledak, padahal karbitnya untuk memanasi buah mentah agar cepat matang.Kita semua berharap tidak ada lagi isu terorisme usai terbunuhnya Dr Azahari. Ternyata harapan itu sirna, bahkan buronnya, Noordin M Top, selalu menjadi alasan aparat untuk memberikan peringatan bahwa ancaman terorisme masih akan ada. Sementara itu, kepemimpinan Tim Antiteror Mabes Polri, baik itu Satgas Bom atau Densus 88, masih dikendalikan oleh Komjen Goris Mere yang kini merangkap menjadi Kalakhar BNN. Mestinya ada tour of duty di level kepemimpinan Densus 88 tersebut agar kinerjanya bisa ditingkatkan. Jangan sampai terlalu lama menjabat di tempat 'basah dolar' tersebut karena akan mendorong terjadinya korupsi. |
No comments:
Post a Comment