CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Wednesday, February 4, 2009

Bls: [ketika_cinta_bertasbih] sandiwara langit

Sudah ada yang punya buku ini kah?
aku cari di Gramedia ko lum ada?
kalo ada yang punya ebooknya boleh ni dikirim.

--- Pada Sab, 24/1/09, ihsan_ahsan100 <ihsan_ahsan100@yahoo.co.id> menulis:
Dari: ihsan_ahsan100 <ihsan_ahsan100@yahoo.co.id>
Topik: [ketika_cinta_bertasbih] sandiwara langit
Kepada: ketika_cinta_bertasbih@yahoogroups.com
Tanggal: Sabtu, 24 Januari, 2009, 11:36 PM

Copy dari blog kawan
Sandiwara Langit

Judul Buku : Sandiwara Langit
Tebal Buku: 200 halaman
Penulis: Al Ustadz Abu Umar Basyier
Penerbit: Shofa Media Publika
Harga: Rp28.000,00

Cerita Saya dibalik buku ini
Saat itu saya sedang ada keperluan untuk berkunjung kembali ke Ibu
Kota. Di sana saya memanfaatkan kesempatan untuk bertemu dengan
beberapa ikhwan yang selama ini hanya saya kenal via internet (ana
uhibbukum fillah). Dan bertemulah kami semua di tempat yang telah
disepakati yaitu saat kajian ustadz Abdul Hakim di masjid Al Mubarak
Gajah Mada. Setelah kajian usai, kebetulan saya juga berniat untuk
pergi ke kwitang di bilangan senen untuk memenuhi kembali hasrat lama
saya berbelanja buku di sana seperti dulu kala saat saya masih di
kantor pusat. Dan secara kebetulan pula, salah satu ikhwan (abu yahya)
bermaksud untuk menitipkan sebuah buku kepada saya untuk diberikan
kepada rekannya (abu naufal) yang juga tinggal di Makassar.
Di kwitang kami bertemu kembali dengannya, setelah memberikan buku
yang dimaksud ikhwan tadi berpamitan dengan saya, tak lupa saya
ucapkan terimakasih atas pertemuannya dan iseng saya tanyakan dimana
dia membeli buku tersebut. Kami segera bergegas mencari toko yang
dimaksud, karena menurut penuturan ikhwan tadi, di toko ahlussunnah
dan toko buyung (yang biasa saya sambangi) telah habis buku tersebut.
Karena saya tertarik dengan cerita ikhwan tadi tentang buku ini dan
juga di dukung oleh kegemaran saya menikmati tulisan sang ustadz di
majalah nikah akhirnya saya putuskan untuk membeli juga.
Resensi Sederhana menurut musafir kecil
Saya akan mulai dengan pengantar dari penerbit yang bagi saya cukup
mewakili untuk menggambarkan buku ini, dan berikutnya akan saya
tuliskan beberapa sinopsis singkat dari paragraf-paragraf penting yang
terdapat dalam bab-bab buku ini.
Adalah Rizqaan, tokoh utama dalam buku ini, salah satu contoh, dari
segelintir umat manusia yang secara apik dianugerahi kekuatan dalam
menjalani semua takdirnya, yang teramat berat dan sakit menyayat,
namun begit penuh hikmah na harum dan indah memikat.
"Aku mengagumi seorang mukmin. Bila memperolah kebaikan dia memuji
Allah dan bersyukur. Bila ditimpa musibah dia memuji Allah dan
bersabar. Seorang mukmin diberi pahala dalam segala hal walaupun dalam
sesuap makanan yang diangkatnya ke mulut istrinya." (Riwayat Ahmad dan
Abu dawud)
Ia adalah pemuda shalih, yang berjuang keras menyelamatkan diri dari
fitnah membujang, dengan segera menikah dengan segala keterbatasan
yang ada. Modal belum ada, pekerjaan pun tak punya. Dan Halimah pemudi
yang juga shalihah, putri pak rozaq, seorang pengusaha kaya raya
menjadi pilhannya. Meski dari keluarga apa adanya, sebagai muslim
idealis, ia tak gentar menemui keluarga Halimah, untuk maju meminang.
Terkesan nekat, tetapi begitulah, selama itu adalah kebenaran yang
diyakin, pantang bagi rizqaan untuk bersurut langkah.
Keunikan kisah ini, dimulai ketika pak rozaq mau menikahkan mereka,
namun dengan satu syarat. Bila dalam sepuluh tahu ia tidak bisa
"sukses" (baca: kaya raya menurut barometernya) dan "membahagiakan"
Halimah, maka ia harus menceraikannya.
Ah, hidup memang benar-benar penuh hal tak terduga, yang kadang begitu
sulit dipercaya. Yang tak jarang memaksa kita untuk menerima realita,
bahwa itu memang benar terjadi adanya. Selama sepuluh tahun itu,
mereka makin menemukan cinta sejati, cinta hanya karena dan kepada
Allah semata. Makin kuat, mengakar dan menghebat, lebih dari apa yang
mereka bayangkan sebelumnya. Mengokohkan jiwa mereka dan menhadapi
segala badai yang menerpa, dari kematian ayah Rizqaan dala kebakaran
pabrik, yang juga membangkrutkan usahanya, hingga berujung pada
perceraian yang dipaksakan, demi menepati perjanjian. Atau kisah
kematian Halimah yang begitu dramatis, sampai kebesaran hati Rizqaan
memaafkan `dalang' penyebab kebakaran sekaligus kematian ayahnya.
Yang istimewa, cerita yang tersaji dalam buku ini, adalah pemaparan
kembali dari kisah nyata yang-insyaAllah- benar-benar terjadi, untuk
bersama kita petik hikmahnya. Makin memikat, saat penyusun kisah,
Ustadz kami Abu Umar Basyier Al-maedany, juga menyisipkan dalil-dalil
Al Qur'an dan Assunnah untuk makin memperkuat bahasan.
Sangat berbeda dengan buku "sejenis" yang terlanjur meracuni umat,
dengan kisah fiktif, sandiwara atau satra penuh rekayasa. "Racun"
tersebut semakin kabur dan sulit dikenali, dengan pelabelan Islami
yang sangat dipaksakan, entah itu pada novel maupun cerpen murahan dan
kawan-kawannya. Bagaimanapun, secara umum Islam tidak pernah
mengajarkan dusta untuk mencapai –semulia apapun- tujuannya.
Sinopsis singkat (bagian warna adalah kutipan dari buku)
Pria Muda yang ingin menikah
"Begini ustadz. Usia saya sekarang baru 18 tahun. Namun terus terang,
saya sudah ingin sekali menikah. Saya khawatir terjebak dalam
perzinaan, bila saya harus menunda menikah lebih lama lagi." Tanpa
sungkan pemuda itu menceritakan keinginannya. Cerita itu sendiri
sejatinya sudah memuat pertanyaan. Namun saya ingin tahu lebih jauh.
Saya biarkan dia terus bercerita.
"Saya sadar, saya masih terlalu hijau untuk menikah. Tapi saya lebih
sadar, bahwa tanpa menikah, saat ini saya merasa tidak kuat menahan
godaan syahwat. Saya telaten puasa dawud satu tahun ini, untuk
menjalankan sunnah Rasul. Gejolak itu memang teredam sebagiannya.
Namun yang masih tersisa begitu kuat. Dan saya merasa tersiksa. Apa
saya sudah layak menikah ustadz?"
Berikutnya terjadi tanya jawab antara pemuda tersebut dan sang ustadz,
seputar pernikahan, kondisi pemuda tersebut yang memang belum mapan,
dan tidak mempunyai pekerjaan, dan kemauan dari calon mertuanya untuk
menikahkan putrinya dengan pemuda yang sudah mapan. Sang ustadz pun
menyarankan agar pemuda tersebut memusyawarahkan hal tersebut dengan
orang tua sang calon.
Kesepakatan atau perjudian?
"Calon mertua saya itu ternyata orang yang berpendirian kuat, tapi
ambisius. Ia bersedia menikahkan saya dengan putrinya, tapi dengan
sebuah tantangan."
"Tantangan"
"Ya. Ia menantang saya, dengan justru tidak akan membantu kami, bila
kami menikah. Ia memang bukan konglomerat ustadz, tapi hidupnya sangat
berkecukupan. Setidaknya ia bisa membantu kami bila suatu saat kami
hidup kesusahan. Dan ia sesungguhnya tak ingin putrinya hidup serba
kekurangan sepanjang hayat. Tapi bila sudah berkeluarga, ia ingin
putrinya tidak lagi bergantung kepadanya. Ia menantang bahwa dalam
sepuluh tahun saya harus dapat memberi penghidupan yang layak buat
putrinya. Kami sudah harus memiliki kehidupan yang berkecukupan. Bila
tidak, ia meminta saya menceraikannya. Dan uniknya ia meminta hal itu
diucapkan saat akad nikah, sebagai syarat"
Pemuda dan sang ustadz kemudian berdialog tentang hukum adanya syarat
seperti itu.
Sosok kedua tokoh utama (dalam 2 bab)
Pada bab berikutnya, digambarkan latar belakang kehidupan pemuda
shalih bernama Rizqaan ini dan juga pemudi shalihah bernama Halimah,
yang nampaknya mempunyai beberapa kesamaan dan idealisme yang membuat
mereka cocok satu sama lain. Rizqaan adalah seorang penuntut ilmu yang
gigih yang langka dimana dikala kalangan pemuda yang lainnya larut
dalam kehidupan dunia muda dengan beragam fenomenanya. Halimah adalah
sosok muslimah yang teguh menjalani fitrahnya menjadi seorang muslimah
kaffah dilingkungan keluarga yang jauh dari nilai agama.
Lembar-lembar kehidupan (dalam beberapa bab)
Dan bab-bab selanjutnya adalah torehan tinta dari perjalanan panjang
dan melelahkan dari babak-babak kehidupan dua orang muda-mudi dalam
mengayuh dayung sebuah biduk kecil bernama rumah tangga yang mereka
bangun dengan dasar ketaqwaan kepada Rabb mereka. Bermacam ujian dan
cobaan yang digambarkan, namun senantiasa dihadapi oleh mereka dengan
suatu sikap yang sudah selayaknya dimiliki oleh seorang muslim. Juga
sampai pada masa-masa cobaan yang mereka sudah bukan dalam bentuk
kesulitan namun justru suatu nikmat yang bisa saja menjerumuskan
mereka ke jurang kenistaan.
Rizqaan memulai perjuangannya memberi nafkah kepada istrinya dengan
mencoba berdagang menjajakan roti dari suatu pabrik dari sedikit modal
yang dimilikinya. Kedua insan ini memulai hidup dalam keprihatinan,
namun mereka tetap sabar dan yakin akan ketentuan yang diberikan Allah
kepada mereka. Dari mulai diceritakan saat-saat mereka hanya makan
nasi putih dengan garam dan bawang goreng, dan bermacam cobaan
lainnya. Berkat kegigihan dan kejujuran Rizqaan dalam berdagang, juga
kesabaran Halimah istrinya untuk menerima keadaan mereka dan
keuletannya me-manage keuangan rumah tangga. Pelan tapi pasti
kehidupan keduanya berangsur membaik. Rizqaan menjadi penjual roti
keliling yang sukses, berkat kejujurannya dan teguhnya memegang
prinsip agamanya untuk tidak berdekatan dengan segala hal yang berbau
haram maupun syubhat yang melingkupi bidang pekerjaannya. Rizqaan
adalah tipe pekerja keras, namun ia bukanlah hamba dunia. Ia bekerja
keras untuk mendapatkan dunia, namun ia berniat menundukkan dunia itu
agar menjadi ladang akhirat baginya. Kehidupan ruhaninya yang dulu pun
tak menjadi rusak dikarenakan kesibukannya mencari harta, bahkan
Rizqaan yang hanya lulusan SMA ini telah menjelma menjadi sosok yang
layak menyandang gelar Al-Ustadz.
Kebahagiaan keduanya lengkap tatkala mereka mendapatkan keturunan dari
Allah Ta'ala. Bisnis Rizqaan semakin maju, hingga kini Rizqaan sudah
bukan lagi penjaja roti keliling tapi sudah menjadi seorang pengusaha
roti yang mempekerjakan beberapa karyawan. Omzetnya pun bukan lagi
puluhan ribu seperti ketika awal-awal ia merintis usahanya, namun
sudah menjadi puluhan juta. Kerikil-kerikil tajam sudah barang tentu
menjadi selingan dalam kehidupannya.
Gemuruh prahara
Pada bulan keenam tahun kesepuluh pernikahan mereka adalh puncak
kebahagiaan yang mereka rasakan, tidak ada lagi kesusahan dalam hidup
mereka. Rizqaan sudah menjadi seorang pengusaha sukses. Rumah mereka
bukanlah rumah petak kontrakan ala kadarnya, namun sudah menjadi rumah
mewah dengan pabrik roti di belakangnya. Akhirnya memasuki bulan
kesebelas kehidupan yang mereka jalani terasa begitu lambat ketika
mereka berusaha untuk mempertahankan kehidupan mereka dan menunggu
hingga saat tiba bagi Rizqaan untuk membuktikan janjinya kepada
mertuanya. Hingga suatu malam tiba, dimana malam itu pada bulan kedua
belas dan hari "H" tinggal hanya dua hari lagi terjadi musibah besar
yang memporak-porandakan kehidupan yang selama ini mereka bagun dengan
susah payah. Kebakaran melanda pabrik dan rumah mereka, hingga
menjadikan ayah Rizqaan meninggal dunia. Belakangan di akhir cerita
diceritakan, bahwa kebakaran tersebut merupakan ulah dari saudara
jahat Halimah yang bernama Asyraf agar ayahnya memenangkan perjanjian
dan Halimah menikah dengan lelaki lain yang lebih kaya.
Badai Susulan
Baru beberapa dua hari berselang dari musibah kebakaran tersebut,
musibah lain datang menyapa. Hari itu adalah hari final dari
perjanjian yang diucapkan Rizqaan saat akad nikah sepuluh tahun yang
lalu. Sang mertua (Bapak Halimah) dengan kejamnya menagih janji dari
Rizqaan dan menyatakan bahwa Rizqaan tidak dapat memenuhi janjinya,
karena saat ini Rizqaan telah menjadi seorang yang bangkrut. Akhirnya
dalam pergulatan batin yang hebat sebagai seorang muslim dan muslimah
yang menaati Allah dan Rasulnya. Mau tak mau mereka harus menepati
janji mereka.
"Halimah istriku…….." ujar Rizqaan, dengan napas tercekat.
"Ya, abuya. Kakanda. Suamiku." Balas Halimah, tak kalah pedihnya.
"Dihadapan Allah. Atas Dasar ketaatan kita kepada-Nya. Dengan harapan
Allah akan memperjumpakan kita di Surga kelak dalam sejuta keindahan
yang melebihi segala yang pernah kita rasakan berdua. Atas dasar cinta
kasih kita yang suci. Atas dasar kepedihan hati yang mendalam, yang
hanya Allah yang mengatahuinya: SAYA MENALAQMU ADINDA."
Meski tabah, tapi mau tidak mau tangisan Halimah meledak, tak
terbendung lagi. Ia menagis terisak-isak. Ia tak pernah membayangkan,
bahwa kesetiaannya kepada suami akan berujung pada kepedihan seperti
ini. Ya Allah Ya Rabbi. Kami yakin, berkah sesungguhnya adalah pada
cinta-Mu kepada kami. Kami merindukan cinta-Mu. Hati Rizqaan dan
Halimah berbisik lirih.
Lembaran-lembaran baru kehidupan Rizqaan, Halimah dan Nabhaan anak mereka
Pada bab-bab selanjutnya dikisahkan bagaimana Rizqaan merintis kembali
usahanya yang telah hancur dengan sekuat tenaga dan ketabahannya
menghadapi cobaan. Juga dikisahkan bagaimana kehidupan Halimah
selanjutnya selepas menyandang predikat sebagai seorang janda yang
sangat tidak dia harapkan. Tak lupa bagaimana rintihan putra mereka
Nabhaan yang saat itu berusia delapan tahun ketika menanyakan kenapa
kehidupannya tidak bisa bahagia seperti dulu lagi. Sampai pada suatu
saat, ketika ada seorang duda kaya raya anak seorang pejabat yang
mengutarakan keinginan untuk menikahi Halimah. Dikisahkan inilah sebab
mengapa Asyraf, abang Halimah, melakukan perbuatan keji merusak
kehidupan rumah tangga Rizqaan dan Halimah. Namun entah apa yang
dibicarakan oleh Halimah, duda tersebut dan ayahnya, ketika mereka
berniat melamar Halimah, sehingga menjadikan mererka mengurungkan niat
untuk melamarnya. Saat diceraikan oleh Rizqaan, halimah sedang
mengandung anak kedua mereka, dan saat menjadi janda kondisi kesehatan
Halimah menjadi memburuk dan ternya Halimah telah divonis menderita
leukimia (kanker darah) dengan diagnosa bahwa hidupnya tidak akan lama
lagi. Hari-hari berlalu sampai suatu ketika Ayah Halimah menyadari
bahwa Halimah tidak akan bisa menikah dengan lelaki lain selain Rizqaan.
Ending yang mengharukan
Suatu ketika Halimah dan kedua orang tuanya berkunjung ke rumah
Rizqaan yang kini telah mapan kembali.
************ ********* ********* ********
"Kami datang, untuk sebuah keperluan yang mungkin tak pernah kamu duga
ananda. Setelah perdebatan panjang, dan banyak kisah-kisah di
sekitarnya, kami berniat, akan menikahkanmu kembali dengan putri kami,
Halimah….."
"A….pa…? menikahkanku kembali dengan Halimah" Rizqaan tergagap. Ia tak
mampu berbicara. Ada kelebatan sinar menyapu otaknya. Sehingga ia
nyaris hanya bisa terpaku karena kegembiraan yang tidak terkira.
************ ********* ********* *******
"Abuya…."
"Maaf, aku belum menjadi suamimu lagi…." sela Rizqaan
"Izinkan aku tetap memanggilmu Abuya. Aku tak terbiasa dengan
panggilan lain."
"Baiklah. Ada apa Adinda?"
"Abuya. Apakah abuya siap menikahiku lagi?"
"Adinda Halimah, kenapa aku tidak siap? Dari dulu aku tak pernah
berniat menceraikanmu. Aku senantiasa mencintaimu. Hanya karena kita
bukan suami istri lagi, aku selalu menindih rasa cintaku itu sekuat
mungkin. Tapi bila diberi kesempatan menikahimu lagi, aku tak mungkin
menolak."
"Meskipun misalnya aku memiliki kekurangan yang tidak kumiliki
sebelumnya?"
"Kekurangan apa Adinda?"
"Jawab dulu pertanyaanku. "
"Ya. Aku akan menikahimu dengan segala kekuranganmu yang ada. Selama
itu bukanlah cacat dalam agamamu yang tidak dapat diperbaiki." Ujar
Rizqaan tegas.
"Abuya. Aku ingin Abuya menikahiku. Karena aku ingin mati dalam
keridhaan seorang suami shalih….." Halimah berhenti sejenak. Ada
keharuan yang membuatnya tercekat, sehingga sulit bicara.
"Abuya bisa segera menikahiku. Tapi aku tak tahu, apakah keinginan itu
akan tetap ada, setelah Abuya mengetahui kekuranganku sekarang. Abuya,
aku baru saja satu minggu yang lalu melakukan check up. Dan aku
terbukti mengidap leukimia…" sampai disitu, Halimah terisak. Ia tak
mapu melanjutkan bicaranya.
Rizqaan merasa tersentak. Tapi demi Allah, ia tak sedikit pun merasa
sedih. Kegembiraan bisa kembali bersama istrinya, tak bisa terkalahkan
oleh kesedihan atas kondisi Halimah tersebut.
"Dokter mengklain bahwa usiaku tak akan lebih dari 3-4 bulan saja…."
kembali Halimah menangis.
"Aku tidak peduli. Umur ada di tangan Allah. Manusia hanya mapu
mengira-ngira. Nyawaku, bisa saja lebih dahulu terenggut daripada
nyawamu. Aku akan segera menikahimu. Biarlah Allah yang menentukan
akhir perjalanan hidup kita. Bagiku, hidup atau mati bersamamu, dalam
"kecintaan" Allah adalah sebuah kenyataan yang paling penuh berkah".
Rizqaan berbicara dengan kayakinan kokoh membelit jiwanya.
************ ********* ********* ********* ****
Rizqaan dan Halimah kembali hidup berbahagia. Mereka kembali mengulang
masa-masa penuh keceriaan di antara mereka. Satu bulan kemudian, anak
mereka yang kedua lahir. Ia seorang bayi perempuan yang cantik. Mirip
ibunya, Halimah. Bayi itu dilahirkan dengan cara normal. Bayi maupun
ibunya sama-sama selamat.
************ ********* ********* ********* ****
Kebahagiaan mereka berlanjut, sampai suatu ketika datang berita bahwa
abang Halimah, Asyraf menjadi buronan polisi dikarenakan kasus
narkoba, dan juga berita tentang dalang penyebab kebakaran yang
menewaskan ayah Rizqaan. Karuan berita itu membuat kegembiraan mereka
semua hilang. Ayah Halimah yang kini menjelma menjadi orang baik hati
marah besar kepada anaknya tersebut. Dan Halimah seketika jatuh
pingsan dan sakit.
************ ********* ********* ********* ***
Sore menjelang Maghrib, Halimah terbangun. Disampingnya duduk Rizqaan.
Sementara di depannya, Ayah dan ibunya duduk diatas kursi plastik.
Mereka semua cemas menantikan kesadarannya. Seorang dokter perempuan
–yang sengaja diundang ke rumah- mendekatinya. Memeriksa nadinya, lalu
memberikan suntikan di bagian lengannya.
"A…..Abuya…." Halimah berkata lirih.
"Aku disini Adinda"
"Alhamdulillah. Apakah sudah maghrib? "tanya Halimah.
"Belum. Masih kira-kira sepuluh menit lagi."
"Abuya…"sapa Halimah pelan.
"Ada apa Adinda."
"Apakah Abuya masih mencintaiku? "
"Tentu Adinda. Aku selalu mencintaimu karena Allah."
"Aku juga mencintaimu karena Allah, Abuya." Halimah diam sejenak lalu
ia bertanya lirih.
"Apakah engkau akan tetap bersabar atas segala yang menimpa kita, Abuya?"
"Engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang bersabar, Adinda…."
"Abuya. Jawablah pertanyaanku. "
"Ya. Apa Adinda?"
"Apakah engkau meridhaiku sebagai Istri?"
"Sudah tentu Adinda. Suami mana pun akan meridhai istri seshaliha
dirimu. Setaat dirimu. Sepatuh dirimu. Kamu bukanlah wanita yang tak
memiliki kekurangan atau kesalahan. Tapi dengan keshalihanmu,
ketaatanmu, kepatuhanmu, aku senantiasa ridha terhadapmu….. "
"Alhamdulillahillad zi bini'matihi tatimmush shaalihaat. Aku ingin
termasuk di antara wanita yang disebutkan dalam Hadits."
"Bagaimana itu Adinda?"
&#1571;&#1614; &#1611;&# 1610;&#1617; &#1615;&# 1605;&#1614; &#1575; &#1575;&#1605; &#1618;&# 1585;&#1614; &#1571;&#1614; &#1611; &#1577; &#1605;&#1614; &#1575; &#1578;&#1614; &#1578;&# 1618; &#1608;&#1614; &#1586;&#1614; &#1580;&#1615; &#1607;&# 1614;&#1575; &#1593;&#1614; &#1606;&# 1618;&#1607; &#1614;&# 1575; &#1585;&#1614; &#1575; &#1590; &#1583; &#1582;&#1614; &#1604;&# 1614;&#1578; &#1575;&#1604; &#1618;&# 1580;&#1614; &#1606;&# 1617;&#1614; &#1607;&# 1614;
"Wanita mana pun yang meninggal dunia sementara suaminya ridha
kepadanya, ia pasti masuk surga."
Halimah mengucapkan Hadits itu sedemikian fasihnya. Arab, berikut
terjemahannya.
"Semua wanita shalihah, mengidamkan hal itu Adinda, dengan izin Allah,
Adinda akan termasuk di dalamnya."
"Allahumma amien. Abuya, sekarang aku puas. Apaun yang terjadi atas
diriku, kini aku sudah kembali menjadi istrimu. Aku telah berdo'a
setiap malam, agar aku bisa berdampingan dengan suami yang shalih.
Sehingga kalaupun mati, aku akan mati dengan keridhaan Allah kemudian
dengan keridhaan suamiku….." Halimah berhenti sejenak.
"Abuya, betapa indahnya bila Allah betul-betul mencintai kita. Aku
ingin dengan cinta-Nya, kita berdua menuai bahagia seutuhnya.
Kebahagiaan yang bukan Cuma di dunia, tapi juga di akhirat."
Halimah menghela nafasnya yang terasa begitu berat.
"Abuya bila aku sudah tiada, berjanjilah untuk senantiasa berjalan di
atas ajaran Allah. Didiklah anak kita, dan berbaktilah kepada orang tua…."
"Jangan berkata begitu Adinda…." Rizqaan menyela.
Halimah memberikan isyarat dengan tangannya, agar Rizqaan tidak
bertanya apa-apa.
"Berjanjilah Abuya….."
"Aku berjanji Adinda. Tanpa berjanji pun, ketaatan kepada Allah adalah
janji seluruh manusia saat mereka berada dalam perut ibu mereka…."
ujar Rizqaan.
"Alhamdulillah……."
"Abuya….tabir itu mulai terbuka…..Aku mencintaimu, Abuya. Abuya tak
perlu meragukan cintaku. Tapi aku lebih merindukan Allah. Bila ini
kesempatanku bersua dengan-Nya. Aku tidak akan menyia-nyiakannya
sedikit pun……."
"Adinda…."
"Laa ilaaaha illallah…muhammadurr asulullah……"
"Adinda…."
"Laa ilaaaha illallah…muhammadurr asulullah……"
"Laa ilaaaha illallah…muhammadurr asulullah……"
"Laa ilaaaha illallah…muhammadurr asulullah……"
Suara tahlil itu semakin lembut dan syahdu dari mulut Halimah. Terus
menerus. Semakin lama, semakin lemah. Namun semakin syahdu. Sampai
akhirnya suara terakhir terdengar, masih sama, "Laa ilaaaha
illallah…muhammadurr asulullah……"
Usai berakhirnya suara itu, nafas Halimah terhenti. Di tengah
keheningan kamar di rumah mereka, yang masih tercium bau catnya.
Karena belum lama dibangun Halimah mengehembuskan nafas terakhirnya.
Sang ibu menjerit. Sang bapak menangis. Rizqaan juga tak kuasa menahan
air matanya yang tiba-tiba mengalir deras. Pernikahannya dengan
Halimah yang merupakan masa kembalinya kebahagiaannya yang beberapa
saat nyaris lenyap, kini nyaris terenggut kembali. Tapi kepergian
Halimah dengan kondisi yang menyemburatkan aurat Surga, membuat
hatinya terasa nyaman. Ia bersedih, tapi juga berbangga dengan
istrinya. Kesedihannya pupus perlahan karena rasa bangga bercampur
rasa iri yang menyejukkan jiwanya. Betapa berbahagia Halimah.
Tak lama kemudian, adzan maghrib terdengar. Mereka mendengarkannya
dengan khusyu'. Saat lantunan adzan berhenti, Ayah Halimah mendekati
Rizqaan. Ia manatap menantunya yang sekian lama ia kecewakan. Sekian
lama ia perangkap dalam kesukaran dan penderitaan. Pria yang –dengan
seizin Allah- telah mengubah wujud putrinya, sehingga menjelma menjadi
wanita shalihah begitu setia pada kebenaran. Ia menatap pemuda itu.
Air matanya menetes tak terbendung. Penyesalan membuncah sehingga
nyaris membakar otak. Ia nyaris bisu dalam suasana hati yang kuyup
penyesalan.
"Duhai, seandainya aku masih memilki putri yang lain. Pasti aku akan
menikahkannya denganmu, ananda." Ujar ayah Halimah kepada Rizqaan.
"Halimah sudah cukup bagiku pak. Nikahkanlah aku kembali dengan
putrimu itu pak."
"Aku sudah melakukannya dua kali ananda….."
"Cobalah untuk yang ketiga kalinya pak…"ujar Rizqaan lirih.
"Itu bukan lagi hakku ananda. Biarlah Allah yang akan menikahkanmu
dengannya di Surga kelak. Relakanlah kepergiannya saat ini. Semua kita
toh pasti akan mati juga. Gapailah Surga dengan amal ibadahmu. Dengan
ketulusan hatimu. Hanya dengan itu Allah akan berkenan mempertemukanmu
kembali dengannya….."
Rizqaan tersenyum.
&#1610;&#1614; &#1575; &#1571;&#1614; &#1610;&# 1617;&#1614; &#1578;&# 1615;&#1607; &#1614;&# 1575; &#1575;&#1604; &#1606;&# 1617;&#1614; &#1601;&# 1618;&#1587; &#1615; &#1575;&#1604; &#1618;&# 1605;&#1615; &#1591;&# 1618;&#1605; &#1614;&# 1574;&#1616; &#1606;&# 1617;&#1614; &#1577;&# 1615;
&#1575;&#1585; &#1618;&# 1580;&#1616; &#1593;&# 1616;&#1610; &#1573;&#1616; &#1604;&# 1614;&#1609; &#1585;&#1614; &#1576;&# 1617;&#1616; &#1603;&# 1616; &#1585;&#1614; &#1575;&# 1590;&#1616; &#1610;&# 1614;&#1577; &#1611; &#1605;&#1617; &#1614;&# 1585;&#1618; &#1590;&# 1616;&#1610; &#1617;&# 1614;&#1577; &#1611;
&#1601;&#1614; &#1575;&# 1583;&#1618; &#1582;&# 1615;&#1604; &#1616;&# 1610; &#1601;&#1616; &#1610; &#1593;&#1616; &#1576;&# 1614;&#1575; &#1583;&# 1616;&#1610;
&#1608;&#1614; &#1575;&# 1583;&#1618; &#1582;&# 1615;&#1604; &#1616;&# 1610; &#1580;&#1614; &#1606;&# 1617;&#1614; &#1578;&# 1616;&#1610;
Hai jiwa yang tenang
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba- Ku,
masuklah ke dalam syurga-Ku.
************ ********* ********* ********* *
Buku ini saya baca ba'da zhuhur dan selesai menamatkan lembar demi
lembar halaman penuh hikmahnya selepas ashar. Sungguh saya berarti
telah membohongi diri sendiri bila tidak menitikkan air mata terhanyut
dalam episode perjalanan kehidupan anak manusia yang subhanallah
sangat layak dijadikan bahan pelajaran ini.
Wahai saudara-saudariku seiman, saya tidak akan mengingkari bahwa
novel, cerpen, dan cerita berlabel Islami lainnya dapat diambil
hikmahnya. Bahkan menurut kalian hal itu bisa dijadikan sarana dakwah
kepada orang-orang yang belum mengenal Islam dengan sekelumit
kaidah-kaidah syar'iyah di dalamnya. Tidak wahai saudara-saudariku,
saya juga pernah terlarut di dalam menikmati beragam karya sastra
tersebut, bahkan dari pengarang kafir dan atheis sekalipun saya pernah
menikmatinya. Tetapi sekali lagi, tujuan tidaklah menghalalkan cara,
dan kebaikan tidak akan diperoleh dengan jalan yang bathil. Maafkan
saya, dalam hal ini saya tidak sependapat dengan kalian, karena hal
ini telah jelas seperti layaknya sinar mentari yang terang benderang
yang menerangi suatu jalan yang lurus.
Resensi selesai dibuat selepas Isya' 22 Rajab 1429 H



Berbagi video sambil chatting dengan teman di Messenger.
Sekarang bisa dengan Yahoo! Messenger baru.

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Groups

Stay healthy

and discover other

people who can help.

Y! Messenger

All together now

Host a free online

conference on IM.

Cat Groups

on Yahoo! Groups

discuss everything

related to cats.

.

__,_._,___

No comments: