Sungguh ceritanya sangat menyentuh. Cinta karna ALLAH SWT dan
Rasulullah SAW.akan melahirkan cinta yang tulus. Dunia dan Akhirat
--- In ketika_cinta_
<ihsan_ahsan100@
>
> Copy dari blog kawan
> Sandiwara Langit
>
> Judul Buku : Sandiwara Langit
> Tebal Buku: 200 halaman
> Penulis: Al Ustadz Abu Umar Basyier
> Penerbit: Shofa Media Publika
> Harga: Rp28.000,00
>
> Cerita Saya dibalik buku ini
> Saat itu saya sedang ada keperluan untuk berkunjung kembali ke Ibu
> Kota. Di sana saya memanfaatkan kesempatan untuk bertemu dengan
> beberapa ikhwan yang selama ini hanya saya kenal via internet (ana
> uhibbukum fillah). Dan bertemulah kami semua di tempat yang telah
> disepakati yaitu saat kajian ustadz Abdul Hakim di masjid Al Mubarak
> Gajah Mada. Setelah kajian usai, kebetulan saya juga berniat untuk
> pergi ke kwitang di bilangan senen untuk memenuhi kembali hasrat lama
> saya berbelanja buku di sana seperti dulu kala saat saya masih di
> kantor pusat. Dan secara kebetulan pula, salah satu ikhwan (abu yahya)
> bermaksud untuk menitipkan sebuah buku kepada saya untuk diberikan
> kepada rekannya (abu naufal) yang juga tinggal di Makassar.
> Di kwitang kami bertemu kembali dengannya, setelah memberikan buku
> yang dimaksud ikhwan tadi berpamitan dengan saya, tak lupa saya
> ucapkan terimakasih atas pertemuannya dan iseng saya tanyakan dimana
> dia membeli buku tersebut. Kami segera bergegas mencari toko yang
> dimaksud, karena menurut penuturan ikhwan tadi, di toko ahlussunnah
> dan toko buyung (yang biasa saya sambangi) telah habis buku tersebut.
> Karena saya tertarik dengan cerita ikhwan tadi tentang buku ini dan
> juga di dukung oleh kegemaran saya menikmati tulisan sang ustadz di
> majalah nikah akhirnya saya putuskan untuk membeli juga.
> Resensi Sederhana menurut musafir kecil
> Saya akan mulai dengan pengantar dari penerbit yang bagi saya cukup
> mewakili untuk menggambarkan buku ini, dan berikutnya akan saya
> tuliskan beberapa sinopsis singkat dari paragraf-paragraf penting yang
> terdapat dalam bab-bab buku ini.
> Adalah Rizqaan, tokoh utama dalam buku ini, salah satu contoh, dari
> segelintir umat manusia yang secara apik dianugerahi kekuatan dalam
> menjalani semua takdirnya, yang teramat berat dan sakit menyayat,
> namun begit penuh hikmah na harum dan indah memikat.
> "Aku mengagumi seorang mukmin. Bila memperolah kebaikan dia memuji
> Allah dan bersyukur. Bila ditimpa musibah dia memuji Allah dan
> bersabar. Seorang mukmin diberi pahala dalam segala hal walaupun dalam
> sesuap makanan yang diangkatnya ke mulut istrinya." (Riwayat Ahmad dan
> Abu dawud)
> Ia adalah pemuda shalih, yang berjuang keras menyelamatkan diri dari
> fitnah membujang, dengan segera menikah dengan segala keterbatasan
> yang ada. Modal belum ada, pekerjaan pun tak punya. Dan Halimah pemudi
> yang juga shalihah, putri pak rozaq, seorang pengusaha kaya raya
> menjadi pilhannya. Meski dari keluarga apa adanya, sebagai muslim
> idealis, ia tak gentar menemui keluarga Halimah, untuk maju meminang.
> Terkesan nekat, tetapi begitulah, selama itu adalah kebenaran yang
> diyakin, pantang bagi rizqaan untuk bersurut langkah.
> Keunikan kisah ini, dimulai ketika pak rozaq mau menikahkan mereka,
> namun dengan satu syarat. Bila dalam sepuluh tahu ia tidak bisa
> "sukses" (baca: kaya raya menurut barometernya) dan "membahagiakan"
> Halimah, maka ia harus menceraikannya.
> Ah, hidup memang benar-benar penuh hal tak terduga, yang kadang begitu
> sulit dipercaya. Yang tak jarang memaksa kita untuk menerima realita,
> bahwa itu memang benar terjadi adanya. Selama sepuluh tahun itu,
> mereka makin menemukan cinta sejati, cinta hanya karena dan kepada
> Allah semata. Makin kuat, mengakar dan menghebat, lebih dari apa yang
> mereka bayangkan sebelumnya. Mengokohkan jiwa mereka dan menhadapi
> segala badai yang menerpa, dari kematian ayah Rizqaan dala kebakaran
> pabrik, yang juga membangkrutkan usahanya, hingga berujung pada
> perceraian yang dipaksakan, demi menepati perjanjian. Atau kisah
> kematian Halimah yang begitu dramatis, sampai kebesaran hati Rizqaan
> memaafkan `dalang' penyebab kebakaran sekaligus kematian ayahnya.
> Yang istimewa, cerita yang tersaji dalam buku ini, adalah pemaparan
> kembali dari kisah nyata yang-insyaAllah- benar-benar terjadi, untuk
> bersama kita petik hikmahnya. Makin memikat, saat penyusun kisah,
> Ustadz kami Abu Umar Basyier Al-maedany, juga menyisipkan dalil-dalil
> Al Qur'an dan Assunnah untuk makin memperkuat bahasan.
> Sangat berbeda dengan buku "sejenis" yang terlanjur meracuni umat,
> dengan kisah fiktif, sandiwara atau satra penuh rekayasa. "Racun"
> tersebut semakin kabur dan sulit dikenali, dengan pelabelan Islami
> yang sangat dipaksakan, entah itu pada novel maupun cerpen murahan dan
> kawan-kawannya. Bagaimanapun, secara umum Islam tidak pernah
> mengajarkan dusta untuk mencapai semulia apapun- tujuannya.
> Sinopsis singkat (bagian warna adalah kutipan dari buku)
> Pria Muda yang ingin menikah
> "Begini ustadz. Usia saya sekarang baru 18 tahun. Namun terus terang,
> saya sudah ingin sekali menikah. Saya khawatir terjebak dalam
> perzinaan, bila saya harus menunda menikah lebih lama lagi." Tanpa
> sungkan pemuda itu menceritakan keinginannya. Cerita itu sendiri
> sejatinya sudah memuat pertanyaan. Namun saya ingin tahu lebih jauh.
> Saya biarkan dia terus bercerita.
> "Saya sadar, saya masih terlalu hijau untuk menikah. Tapi saya lebih
> sadar, bahwa tanpa menikah, saat ini saya merasa tidak kuat menahan
> godaan syahwat. Saya telaten puasa dawud satu tahun ini, untuk
> menjalankan sunnah Rasul. Gejolak itu memang teredam sebagiannya.
> Namun yang masih tersisa begitu kuat. Dan saya merasa tersiksa. Apa
> saya sudah layak menikah ustadz?"
> Berikutnya terjadi tanya jawab antara pemuda tersebut dan sang ustadz,
> seputar pernikahan, kondisi pemuda tersebut yang memang belum mapan,
> dan tidak mempunyai pekerjaan, dan kemauan dari calon mertuanya untuk
> menikahkan putrinya dengan pemuda yang sudah mapan. Sang ustadz pun
> menyarankan agar pemuda tersebut memusyawarahkan hal tersebut dengan
> orang tua sang calon.
> Kesepakatan atau perjudian?
> "Calon mertua saya itu ternyata orang yang berpendirian kuat, tapi
> ambisius. Ia bersedia menikahkan saya dengan putrinya, tapi dengan
> sebuah tantangan."
> "Tantangan"
> "Ya. Ia menantang saya, dengan justru tidak akan membantu kami, bila
> kami menikah. Ia memang bukan konglomerat ustadz, tapi hidupnya sangat
> berkecukupan. Setidaknya ia bisa membantu kami bila suatu saat kami
> hidup kesusahan. Dan ia sesungguhnya tak ingin putrinya hidup serba
> kekurangan sepanjang hayat. Tapi bila sudah berkeluarga, ia ingin
> putrinya tidak lagi bergantung kepadanya. Ia menantang bahwa dalam
> sepuluh tahun saya harus dapat memberi penghidupan yang layak buat
> putrinya. Kami sudah harus memiliki kehidupan yang berkecukupan. Bila
> tidak, ia meminta saya menceraikannya. Dan uniknya ia meminta hal itu
> diucapkan saat akad nikah, sebagai syarat"
> Pemuda dan sang ustadz kemudian berdialog tentang hukum adanya syarat
> seperti itu.
> Sosok kedua tokoh utama (dalam 2 bab)
> Pada bab berikutnya, digambarkan latar belakang kehidupan pemuda
> shalih bernama Rizqaan ini dan juga pemudi shalihah bernama Halimah,
> yang nampaknya mempunyai beberapa kesamaan dan idealisme yang membuat
> mereka cocok satu sama lain. Rizqaan adalah seorang penuntut ilmu yang
> gigih yang langka dimana dikala kalangan pemuda yang lainnya larut
> dalam kehidupan dunia muda dengan beragam fenomenanya. Halimah adalah
> sosok muslimah yang teguh menjalani fitrahnya menjadi seorang muslimah
> kaffah dilingkungan keluarga yang jauh dari nilai agama.
> Lembar-lembar kehidupan (dalam beberapa bab)
> Dan bab-bab selanjutnya adalah torehan tinta dari perjalanan panjang
> dan melelahkan dari babak-babak kehidupan dua orang muda-mudi dalam
> mengayuh dayung sebuah biduk kecil bernama rumah tangga yang mereka
> bangun dengan dasar ketaqwaan kepada Rabb mereka. Bermacam ujian dan
> cobaan yang digambarkan, namun senantiasa dihadapi oleh mereka dengan
> suatu sikap yang sudah selayaknya dimiliki oleh seorang muslim. Juga
> sampai pada masa-masa cobaan yang mereka sudah bukan dalam bentuk
> kesulitan namun justru suatu nikmat yang bisa saja menjerumuskan
> mereka ke jurang kenistaan.
> Rizqaan memulai perjuangannya memberi nafkah kepada istrinya dengan
> mencoba berdagang menjajakan roti dari suatu pabrik dari sedikit modal
> yang dimilikinya. Kedua insan ini memulai hidup dalam keprihatinan,
> namun mereka tetap sabar dan yakin akan ketentuan yang diberikan Allah
> kepada mereka. Dari mulai diceritakan saat-saat mereka hanya makan
> nasi putih dengan garam dan bawang goreng, dan bermacam cobaan
> lainnya. Berkat kegigihan dan kejujuran Rizqaan dalam berdagang, juga
> kesabaran Halimah istrinya untuk menerima keadaan mereka dan
> keuletannya me-manage keuangan rumah tangga. Pelan tapi pasti
> kehidupan keduanya berangsur membaik. Rizqaan menjadi penjual roti
> keliling yang sukses, berkat kejujurannya dan teguhnya memegang
> prinsip agamanya untuk tidak berdekatan dengan segala hal yang berbau
> haram maupun syubhat yang melingkupi bidang pekerjaannya. Rizqaan
> adalah tipe pekerja keras, namun ia bukanlah hamba dunia. Ia bekerja
> keras untuk mendapatkan dunia, namun ia berniat menundukkan dunia itu
> agar menjadi ladang akhirat baginya. Kehidupan ruhaninya yang dulu pun
> tak menjadi rusak dikarenakan kesibukannya mencari harta, bahkan
> Rizqaan yang hanya lulusan SMA ini telah menjelma menjadi sosok yang
> layak menyandang gelar Al-Ustadz.
> Kebahagiaan keduanya lengkap tatkala mereka mendapatkan keturunan dari
> Allah Ta'ala. Bisnis Rizqaan semakin maju, hingga kini Rizqaan sudah
> bukan lagi penjaja roti keliling tapi sudah menjadi seorang pengusaha
> roti yang mempekerjakan beberapa karyawan. Omzetnya pun bukan lagi
> puluhan ribu seperti ketika awal-awal ia merintis usahanya, namun
> sudah menjadi puluhan juta. Kerikil-kerikil tajam sudah barang tentu
> menjadi selingan dalam kehidupannya.
> Gemuruh prahara
> Pada bulan keenam tahun kesepuluh pernikahan mereka adalh puncak
> kebahagiaan yang mereka rasakan, tidak ada lagi kesusahan dalam hidup
> mereka. Rizqaan sudah menjadi seorang pengusaha sukses. Rumah mereka
> bukanlah rumah petak kontrakan ala kadarnya, namun sudah menjadi rumah
> mewah dengan pabrik roti di belakangnya. Akhirnya memasuki bulan
> kesebelas kehidupan yang mereka jalani terasa begitu lambat ketika
> mereka berusaha untuk mempertahankan kehidupan mereka dan menunggu
> hingga saat tiba bagi Rizqaan untuk membuktikan janjinya kepada
> mertuanya. Hingga suatu malam tiba, dimana malam itu pada bulan kedua
> belas dan hari "H" tinggal hanya dua hari lagi terjadi musibah besar
> yang memporak-porandakan kehidupan yang selama ini mereka bagun dengan
> susah payah. Kebakaran melanda pabrik dan rumah mereka, hingga
> menjadikan ayah Rizqaan meninggal dunia. Belakangan di akhir cerita
> diceritakan, bahwa kebakaran tersebut merupakan ulah dari saudara
> jahat Halimah yang bernama Asyraf agar ayahnya memenangkan perjanjian
> dan Halimah menikah dengan lelaki lain yang lebih kaya.
> Badai Susulan
> Baru beberapa dua hari berselang dari musibah kebakaran tersebut,
> musibah lain datang menyapa. Hari itu adalah hari final dari
> perjanjian yang diucapkan Rizqaan saat akad nikah sepuluh tahun yang
> lalu. Sang mertua (Bapak Halimah) dengan kejamnya menagih janji dari
> Rizqaan dan menyatakan bahwa Rizqaan tidak dapat memenuhi janjinya,
> karena saat ini Rizqaan telah menjadi seorang yang bangkrut. Akhirnya
> dalam pergulatan batin yang hebat sebagai seorang muslim dan muslimah
> yang menaati Allah dan Rasulnya. Mau tak mau mereka harus menepati
> janji mereka.
> "Halimah istriku
.." ujar Rizqaan, dengan napas tercekat.
> "Ya, abuya. Kakanda. Suamiku." Balas Halimah, tak kalah pedihnya.
> "Dihadapan Allah. Atas Dasar ketaatan kita kepada-Nya. Dengan harapan
> Allah akan memperjumpakan kita di Surga kelak dalam sejuta keindahan
> yang melebihi segala yang pernah kita rasakan berdua. Atas dasar cinta
> kasih kita yang suci. Atas dasar kepedihan hati yang mendalam, yang
> hanya Allah yang mengatahuinya: SAYA MENALAQMU ADINDA."
> Meski tabah, tapi mau tidak mau tangisan Halimah meledak, tak
> terbendung lagi. Ia menagis terisak-isak. Ia tak pernah membayangkan,
> bahwa kesetiaannya kepada suami akan berujung pada kepedihan seperti
> ini. Ya Allah Ya Rabbi. Kami yakin, berkah sesungguhnya adalah pada
> cinta-Mu kepada kami. Kami merindukan cinta-Mu. Hati Rizqaan dan
> Halimah berbisik lirih.
> Lembaran-lembaran baru kehidupan Rizqaan, Halimah dan Nabhaan anak
mereka
> Pada bab-bab selanjutnya dikisahkan bagaimana Rizqaan merintis kembali
> usahanya yang telah hancur dengan sekuat tenaga dan ketabahannya
> menghadapi cobaan. Juga dikisahkan bagaimana kehidupan Halimah
> selanjutnya selepas menyandang predikat sebagai seorang janda yang
> sangat tidak dia harapkan. Tak lupa bagaimana rintihan putra mereka
> Nabhaan yang saat itu berusia delapan tahun ketika menanyakan kenapa
> kehidupannya tidak bisa bahagia seperti dulu lagi. Sampai pada suatu
> saat, ketika ada seorang duda kaya raya anak seorang pejabat yang
> mengutarakan keinginan untuk menikahi Halimah. Dikisahkan inilah sebab
> mengapa Asyraf, abang Halimah, melakukan perbuatan keji merusak
> kehidupan rumah tangga Rizqaan dan Halimah. Namun entah apa yang
> dibicarakan oleh Halimah, duda tersebut dan ayahnya, ketika mereka
> berniat melamar Halimah, sehingga menjadikan mererka mengurungkan niat
> untuk melamarnya. Saat diceraikan oleh Rizqaan, halimah sedang
> mengandung anak kedua mereka, dan saat menjadi janda kondisi kesehatan
> Halimah menjadi memburuk dan ternya Halimah telah divonis menderita
> leukimia (kanker darah) dengan diagnosa bahwa hidupnya tidak akan lama
> lagi. Hari-hari berlalu sampai suatu ketika Ayah Halimah menyadari
> bahwa Halimah tidak akan bisa menikah dengan lelaki lain selain Rizqaan.
> Ending yang mengharukan
> Suatu ketika Halimah dan kedua orang tuanya berkunjung ke rumah
> Rizqaan yang kini telah mapan kembali.
> ************
> "Kami datang, untuk sebuah keperluan yang mungkin tak pernah kamu duga
> ananda. Setelah perdebatan panjang, dan banyak kisah-kisah di
> sekitarnya, kami berniat, akan menikahkanmu kembali dengan putri kami,
> Halimah
.."
> "A
.pa
? menikahkanku kembali dengan Halimah" Rizqaan tergagap. Ia tak
> mampu berbicara. Ada kelebatan sinar menyapu otaknya. Sehingga ia
> nyaris hanya bisa terpaku karena kegembiraan yang tidak terkira.
> ************
> "Abuya
."
> "Maaf, aku belum menjadi suamimu lagi
." sela Rizqaan
> "Izinkan aku tetap memanggilmu Abuya. Aku tak terbiasa dengan
> panggilan lain."
> "Baiklah. Ada apa Adinda?"
> "Abuya. Apakah abuya siap menikahiku lagi?"
> "Adinda Halimah, kenapa aku tidak siap? Dari dulu aku tak pernah
> berniat menceraikanmu. Aku senantiasa mencintaimu. Hanya karena kita
> bukan suami istri lagi, aku selalu menindih rasa cintaku itu sekuat
> mungkin. Tapi bila diberi kesempatan menikahimu lagi, aku tak mungkin
> menolak."
> "Meskipun misalnya aku memiliki kekurangan yang tidak kumiliki
> sebelumnya?"
> "Kekurangan apa Adinda?"
> "Jawab dulu pertanyaanku.
> "Ya. Aku akan menikahimu dengan segala kekuranganmu yang ada. Selama
> itu bukanlah cacat dalam agamamu yang tidak dapat diperbaiki." Ujar
> Rizqaan tegas.
> "Abuya. Aku ingin Abuya menikahiku. Karena aku ingin mati dalam
> keridhaan seorang suami shalih
.." Halimah berhenti sejenak. Ada
> keharuan yang membuatnya tercekat, sehingga sulit bicara.
> "Abuya bisa segera menikahiku. Tapi aku tak tahu, apakah keinginan itu
> akan tetap ada, setelah Abuya mengetahui kekuranganku sekarang. Abuya,
> aku baru saja satu minggu yang lalu melakukan check up. Dan aku
> terbukti mengidap leukimia
" sampai disitu, Halimah terisak. Ia tak
> mapu melanjutkan bicaranya.
> Rizqaan merasa tersentak. Tapi demi Allah, ia tak sedikit pun merasa
> sedih. Kegembiraan bisa kembali bersama istrinya, tak bisa terkalahkan
> oleh kesedihan atas kondisi Halimah tersebut.
> "Dokter mengklain bahwa usiaku tak akan lebih dari 3-4 bulan saja
."
> kembali Halimah menangis.
> "Aku tidak peduli. Umur ada di tangan Allah. Manusia hanya mapu
> mengira-ngira. Nyawaku, bisa saja lebih dahulu terenggut daripada
> nyawamu. Aku akan segera menikahimu. Biarlah Allah yang menentukan
> akhir perjalanan hidup kita. Bagiku, hidup atau mati bersamamu, dalam
> "kecintaan" Allah adalah sebuah kenyataan yang paling penuh berkah".
> Rizqaan berbicara dengan kayakinan kokoh membelit jiwanya.
> ************
> Rizqaan dan Halimah kembali hidup berbahagia. Mereka kembali mengulang
> masa-masa penuh keceriaan di antara mereka. Satu bulan kemudian, anak
> mereka yang kedua lahir. Ia seorang bayi perempuan yang cantik. Mirip
> ibunya, Halimah. Bayi itu dilahirkan dengan cara normal. Bayi maupun
> ibunya sama-sama selamat.
> ************
> Kebahagiaan mereka berlanjut, sampai suatu ketika datang berita bahwa
> abang Halimah, Asyraf menjadi buronan polisi dikarenakan kasus
> narkoba, dan juga berita tentang dalang penyebab kebakaran yang
> menewaskan ayah Rizqaan. Karuan berita itu membuat kegembiraan mereka
> semua hilang. Ayah Halimah yang kini menjelma menjadi orang baik hati
> marah besar kepada anaknya tersebut. Dan Halimah seketika jatuh
> pingsan dan sakit.
> ************
> Sore menjelang Maghrib, Halimah terbangun. Disampingnya duduk Rizqaan.
> Sementara di depannya, Ayah dan ibunya duduk diatas kursi plastik.
> Mereka semua cemas menantikan kesadarannya. Seorang dokter perempuan
> yang sengaja diundang ke rumah- mendekatinya. Memeriksa nadinya, lalu
> memberikan suntikan di bagian lengannya.
> "A
..Abuya
." Halimah berkata lirih.
> "Aku disini Adinda"
> "Alhamdulillah. Apakah sudah maghrib? "tanya Halimah.
> "Belum. Masih kira-kira sepuluh menit lagi."
> "Abuya
"sapa Halimah pelan.
> "Ada apa Adinda."
> "Apakah Abuya masih mencintaiku?
> "Tentu Adinda. Aku selalu mencintaimu karena Allah."
> "Aku juga mencintaimu karena Allah, Abuya." Halimah diam sejenak lalu
> ia bertanya lirih.
> "Apakah engkau akan tetap bersabar atas segala yang menimpa kita,
Abuya?"
> "Engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang bersabar, Adinda
."
> "Abuya. Jawablah pertanyaanku.
> "Ya. Apa Adinda?"
> "Apakah engkau meridhaiku sebagai Istri?"
> "Sudah tentu Adinda. Suami mana pun akan meridhai istri seshaliha
> dirimu. Setaat dirimu. Sepatuh dirimu. Kamu bukanlah wanita yang tak
> memiliki kekurangan atau kesalahan. Tapi dengan keshalihanmu,
> ketaatanmu, kepatuhanmu, aku senantiasa ridha terhadapmu
..
> "Alhamdulillahillad
> termasuk di antara wanita yang disebutkan dalam Hadits."
> "Bagaimana itu Adinda?"
> أَ
ام
مَ
زَ جُ
عَ
رَ
خَ
ال
> "Wanita mana pun yang meninggal dunia sementara suaminya ridha
> kepadanya, ia pasti masuk surga."
> Halimah mengucapkan Hadits itu sedemikian fasihnya. Arab, berikut
> terjemahannya.
> "Semua wanita shalihah, mengidamkan hal itu Adinda, dengan izin Allah,
> Adinda akan termasuk di dalamnya."
> "Allahumma amien. Abuya, sekarang aku puas. Apaun yang terjadi atas
> diriku, kini aku sudah kembali menjadi istrimu. Aku telah berdo'a
> setiap malam, agar aku bisa berdampingan dengan suami yang shalih.
> Sehingga kalaupun mati, aku akan mati dengan keridhaan Allah kemudian
> dengan keridhaan suamiku
.." Halimah berhenti sejenak.
> "Abuya, betapa indahnya bila Allah betul-betul mencintai kita. Aku
> ingin dengan cinta-Nya, kita berdua menuai bahagia seutuhnya.
> Kebahagiaan yang bukan Cuma di dunia, tapi juga di akhirat."
> Halimah menghela nafasnya yang terasa begitu berat.
> "Abuya bila aku sudah tiada, berjanjilah untuk senantiasa berjalan di
> atas ajaran Allah. Didiklah anak kita, dan berbaktilah kepada orang
tua
."
> "Jangan berkata begitu Adinda
." Rizqaan menyela.
> Halimah memberikan isyarat dengan tangannya, agar Rizqaan tidak
> bertanya apa-apa.
> "Berjanjilah Abuya
.."
> "Aku berjanji Adinda. Tanpa berjanji pun, ketaatan kepada Allah adalah
> janji seluruh manusia saat mereka berada dalam perut ibu mereka
."
> ujar Rizqaan.
> "Alhamdulillah
."
> "Abuya
.tabir itu mulai terbuka
..Aku mencintaimu, Abuya. Abuya tak
> perlu meragukan cintaku. Tapi aku lebih merindukan Allah. Bila ini
> kesempatanku bersua dengan-Nya. Aku tidak akan menyia-nyiakannya
> sedikit pun
."
> "Adinda
."
> "Laa ilaaaha illallah
muhammadurr
> "Adinda
."
> "Laa ilaaaha illallah
muhammadurr
> "Laa ilaaaha illallah
muhammadurr
> "Laa ilaaaha illallah
muhammadurr
> Suara tahlil itu semakin lembut dan syahdu dari mulut Halimah. Terus
> menerus. Semakin lama, semakin lemah. Namun semakin syahdu. Sampai
> akhirnya suara terakhir terdengar, masih sama, "Laa ilaaaha
> illallah
muhammadurr
> Usai berakhirnya suara itu, nafas Halimah terhenti. Di tengah
> keheningan kamar di rumah mereka, yang masih tercium bau catnya.
> Karena belum lama dibangun Halimah mengehembuskan nafas terakhirnya.
> Sang ibu menjerit. Sang bapak menangis. Rizqaan juga tak kuasa menahan
> air matanya yang tiba-tiba mengalir deras. Pernikahannya dengan
> Halimah yang merupakan masa kembalinya kebahagiaannya yang beberapa
> saat nyaris lenyap, kini nyaris terenggut kembali. Tapi kepergian
> Halimah dengan kondisi yang menyemburatkan aurat Surga, membuat
> hatinya terasa nyaman. Ia bersedih, tapi juga berbangga dengan
> istrinya. Kesedihannya pupus perlahan karena rasa bangga bercampur
> rasa iri yang menyejukkan jiwanya. Betapa berbahagia Halimah.
> Tak lama kemudian, adzan maghrib terdengar. Mereka mendengarkannya
> dengan khusyu'. Saat lantunan adzan berhenti, Ayah Halimah mendekati
> Rizqaan. Ia manatap menantunya yang sekian lama ia kecewakan. Sekian
> lama ia perangkap dalam kesukaran dan penderitaan. Pria yang dengan
> seizin Allah- telah mengubah wujud putrinya, sehingga menjelma menjadi
> wanita shalihah begitu setia pada kebenaran. Ia menatap pemuda itu.
> Air matanya menetes tak terbendung. Penyesalan membuncah sehingga
> nyaris membakar otak. Ia nyaris bisu dalam suasana hati yang kuyup
> penyesalan.
> "Duhai, seandainya aku masih memilki putri yang lain. Pasti aku akan
> menikahkannya denganmu, ananda." Ujar ayah Halimah kepada Rizqaan.
> "Halimah sudah cukup bagiku pak. Nikahkanlah aku kembali dengan
> putrimu itu pak."
> "Aku sudah melakukannya dua kali ananda
.."
> "Cobalah untuk yang ketiga kalinya pak
"ujar Rizqaan lirih.
> "Itu bukan lagi hakku ananda. Biarlah Allah yang akan menikahkanmu
> dengannya di Surga kelak. Relakanlah kepergiannya saat ini. Semua kita
> toh pasti akan mati juga. Gapailah Surga dengan amal ibadahmu. Dengan
> ketulusan hatimu. Hanya dengan itu Allah akan berkenan mempertemukanmu
> kembali dengannya
.."
> Rizqaan tersenyum.
> يَ
أَ
ال
ال
> ار
إِ
رَ
رَ
مّ
>
فَ
فِ
عِ
>
وَ
جَ
> Hai jiwa yang tenang
> Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
> Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-
> masuklah ke dalam syurga-Ku.
> ************
> Buku ini saya baca ba'da zhuhur dan selesai menamatkan lembar demi
> lembar halaman penuh hikmahnya selepas ashar. Sungguh saya berarti
> telah membohongi diri sendiri bila tidak menitikkan air mata terhanyut
> dalam episode perjalanan kehidupan anak manusia yang subhanallah
> sangat layak dijadikan bahan pelajaran ini.
> Wahai saudara-saudariku seiman, saya tidak akan mengingkari bahwa
> novel, cerpen, dan cerita berlabel Islami lainnya dapat diambil
> hikmahnya. Bahkan menurut kalian hal itu bisa dijadikan sarana dakwah
> kepada orang-orang yang belum mengenal Islam dengan sekelumit
> kaidah-kaidah syar'iyah di dalamnya. Tidak wahai saudara-saudariku,
> saya juga pernah terlarut di dalam menikmati beragam karya sastra
> tersebut, bahkan dari pengarang kafir dan atheis sekalipun saya pernah
> menikmatinya. Tetapi sekali lagi, tujuan tidaklah menghalalkan cara,
> dan kebaikan tidak akan diperoleh dengan jalan yang bathil. Maafkan
> saya, dalam hal ini saya tidak sependapat dengan kalian, karena hal
> ini telah jelas seperti layaknya sinar mentari yang terang benderang
> yang menerangi suatu jalan yang lurus.
> Resensi selesai dibuat selepas Isya' 22 Rajab 1429 H
>
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
No comments:
Post a Comment